Berbagi Maka Akan Berlipat Ganda
Tak jemu Vivi menunggu di selasar Rumah Sakit St. Carolus Gading Serpong. Gadis kecilnya, Angela Magdalena, sedang dalam kondisi kritis dan dirawat di ruang intensif. Begitu dalam cinta Vivi kepada Magda. Bocah yang tidak dikehendaki oleh ibu kandungnya itu telah menjadi malaikat kecil dalam hidup Vivi. Upaya terbaik untuk kesembuhan Magda telah dilakukan, namun Tuhan berkehendak lain. Magda kembali ke Sang Pencipta pada 22 September 2018 dalam usia lima tahun.
Berbagai mukjizat dirasakan Vivi tatkala ia bergulat dalam perawatan Magda. Biaya rumah sakit yang membuncit, dalam sekejap dapat terbayar. Bantuan para donatur mengalir deras hingga melampaui kebutuhan.
PERGULATAN MENDIRIKAN PANTI ASUHAN
Sejak remaja, Vivi telah aktif sebagai pembina Bina Iman Anak. Aktivitas ini berlanjut hingga saat ini. Totalitasnya dalam pelayanan ini mendorongnya untuk mempunyai tempat yang lapang bagi kegiatan BIA di lingkungan.
Ia merasakan campur tangan Tuhan untuk mendapatkan rumah di Puspita Loka BSD di Lingkungan Santo Hironimus, yang sekarang menjadi Panti Asuhan Suaka Kasih Bunda. Awalnya, dorongan pastor pembimbingnya —Franz Liman CICM— untuk mendirikan panti asuhan belum menarik minatnya. Ia membayangkan berbagai kesulitan yang akan dia temui saat mendirikan sebuah panti asuhan.
Pengalaman menjadi volunteer dalam kegiatan sosial membuatnya berkecil hati untuk mewujudkan dorongan Romo Franz. Siapa saja yang mau bergabung? Bagaimana mengajak orang bergabung? Bagaimana perizinannya? Saat ia berdoa di Gereja Ganjuran, ada bisikan dalam doanya,“Terjadilah kehendak-Ku, engkau adalah pengantara.”
Di luar dugaan, berbagai kemudahan ia dapatkan saat mendirikan panti pada tahun 2012. “Dalam seminggu, beberapa teman bergabung menjadi pengurus panti,” tuturnya. Pembuatan akta pendirian dibantu notaris yang sudah biasa mengurus akta panti. Pengasuh panti yang tepat pun ia dapatkan dengan mudah.
Berbagi Maka Akan Berlipat Ganda “Tolong Dokter, sembuhkan dia...,” ratap Vivi Juliati saat mendampingi anak asuhnya di rumah sakit. Sudah berhari-hari ia berjaga di rumah sakit.Ia tidak pernah memilih anak-anak yang akan diasuhnya. Bayi mungil dari berbagai suku dan agama diterimanya dengan kasih. Vivi memberikan namanama indah untuk mereka: James, Alby Kitaro, Jennifer, dan lainnya.
Semua anak memanggilnya ‘Bunda’ karena mereka merasakan cintanya yang sangat tulus. “Karena saya Katolik, maka saya didik mereka sesuai keyakinan saya,” ungkapnya. Kondisi ke depan, terserah masing-masing anak karena latar belakang mereka berbeda-beda. Namun, ia selalu mengajarkan kasih, kebhinnekaan, dan berbagi.
YANG TERBAIK UNTUK ANAK-ANAK
Vivi berkomitmen memberikan yang terbaik bagi anakanak panti. Ia mengupayakan Air Susu Ibu (ASI) bagi bayibayi yang diasuhnya. Mencari ASI menjadi petualangan tersendiri yang pernah dirasakannya. Ia harus mengambil ASI di suatu tempat berapapun jumlahnya. Suatu saat, stok ASI tinggal dua kantong sementara mendadak ada orang lain yang membutuhkan. Vivi ikhlas memberikannya meski ia tidak tahu dari mana lagi bisa diperoleh ASI untuk bayi di panti. Namun, ia selalu berkeyakinan setiap kita berbagi —apalagi dari kekurangan— Tuhan akan menggandakannya.
Keyakinannya terbukti. Seorang ibu yang tidak dikenalnya meneleponnya untuk mengambil ASI dalam jumlah berlimpah, ditambah popok sekali pakai, botol susu, dan dana sumbangan. “Setelah itu, ibu itu tidak pernah menghubungi lagi, seperti malaikat yang dikirim Tuhan tepat pada waktunya,” kenangnya.
Kini, panti asuhan yang dikelolanya tidak pernah kekurangan ASI. Selalu ada yang menyumbang, bahkan mengirim sampai di tempat. Sumbangan dari donatur lain sering diterimanya dalam berbagai bentuk. “Pernah ada seorang Muslim yang mengirim lebih dari 100 ekor ayam potong karena nazarnya setelah panen,” beber Vivi. Jumlah ini melampaui kebutuhan panti selama beberapa hari. Istri Budi Santoso ini pun meminta izin kepada penyumbangnya agar boleh membagikan ayam-ayam itu ke panti lain yang membutuhkan.
Vivi sangat memperhatikan kondisi anak asuhnya. Ia rutin membawa beberapa anak yang mengalami gangguan mata dan hyperaktif untuk tusuk jarum. Ia juga mengurus BPJS agar ke 18 anak asuhnya mendapatkan jaminan kesehatan. Tak hanya memperhatikan kesehatan anak asuhnya, Vivi juga mengupayakan kelengkapan akta kelahiran mereka.
Bantuan dari Ikatan Kewarganegaraan Indonesia ia dapatkan saat mengurus akta kelahiran. Kemudahan ini pun ia tularkan ke panti asuhan lainnya, seperti Mekar Lestari dan Bhakti Luhur.
Di sela-sela kesibukannya bekerja di sebuah perusahaan garmen, Vivi menanamkan karakter yang baik pada anak-anak. “Membentuk karakter anak yang berbeda-beda asal-usulnya merupakan tantangan tersendiri,” ungkapnya.
Pembentukan karakter anak-anak tidak serta-merta ia serahkan kepada pengasuh panti. Semangat berbagi, saling mengasihi sebagai satu keluarga, dan minta maaf jika salah selalu ia tanamkan. Hari Natal menjadi momen berbagi yang ia contohkan kepada anak-anak asuhnya. Ibu dua remaja ini mengajar anak-anak asuhnya menyisihkan tabungan untuk diberikan kepada orang yang lebih membutuhkan. Berbagi adalah keharusan. Pada kenyataannya, dengan berbagi, panti yang dikelolanya tidak pernah kekurangan. (Winda Susanto)