BENCANA ATAU RENCANA? 2
Judul ini masih saya pakai sebagai kelanjutan betapa indahnya Rencana Tuhan bagi kita manusia. Mengapa judul ini saya berikan tambahan DUA karena memang ini adalah kelanjutan yang terjadi dari kejadian yang pertama yang saya alami.
Sore itu saya sedang sendirian mencuci piring di dapur karena kami belum mempunyai pembantu lagi. Sudah lewat doa Angelus jam enam sore, saya mencuci piring sambil berdoa dalam hati. Tiba-tiba pintu dapur berbunyi tok-tok-tok, saya kaget dan spontan bertanya, karena saya juga mendengar suara panggilan yang mana suara tersebut saya kenal. Betapa terkejutnya saya karena itu adalah suara mantan pembantu saya yang seharusnya berada di Tegal, kampung Jatiwangi yang sedang menderita gagal ginjal. Apakah benar-benar itu suara dia, atau jangan-jangan….?
Saya tau bahwa dia masih sakit dan harus cuci darah serta pernah dua kali masuk ICU selama dikampung karena penyakitnya, dan saya juga masih kontak, namun dia sama sekali tidak memberitau akan datang ke BSD apalagi sendirian. Saya juga tau bahwa dia saat ini harus menjalani cuci darah dua kali seminggu dan dari kampungnya ke rumah sakit di Tegal membutuhkan ongkos pulang pergi setiap kali cuci darah sebesar Rp. 200.000,- karena jarak dari rumah ke rumah sakit cukup jauh. Untungnya biaya cuci darah ditanggung BPJS.
Saya tidak langsung membukakan pintu. Saya kaget dan dalam hati berdoa : Tuhan Yesus, apakah ini benar-benar yang datang si Atik (nama mbak saya) dan jika ini benar, maka pasti Engkau mempunyai rencana atas dirinya.
Lalu saya membuka pintu dan menanyakan bagaimana dia sampai kesini, dan dia menunjukkan kepada saya gambar Tuhan Yesus dan Rosario yang diperolehnya dikampung dari Suster Laura, PI, sahabat saya di Semarang yang mengunjungi dia
beberapa minggu sebelumnya. Pada waktu itu Atik masih beragama Islam.
Saya kemudian menanyakan apakah dia sudah makan, dan ketika dijawab belum, maka saya mengajaknya makan bubur dan selama dijalan, dia menceritakan alasannya kenapa dia sampai lari dari rumah saudaranya dimana dia tinggal di Jatiwangi.
Sambil menunggui dia makan, saya berpikir dan berpikir, apa yang harus saya lakukan, kemana saya harus membawa dia, kemana saya harus bertanya, karena ada dua hal yang harus dipersiapkan adalah : tempat tinggal dan rumah sakit yang mau menerima cuci darah dan pasien BPJS.
Karena bingung dan tidak tau harus minta tolong kepada siapa, maka saya memutuskan setelah dia selesai makan, saya mengajak untuk berdoa di gereja Santa Monika di Goa Maria Luber Rahmat. Sampai di gereja kurang lebih jam 8 malam dan suasana di Goa Maria terasa sakral. Saya hanya duduk disitu dan berdoa dalam hati : “Bunda, tolonglah saya. Apa yang harus saya lakukan dengan orang ini. Sebagaimana engkau menolong pemilik rumah pada saat pesta pernikahan di Kana, tolonglah beritahu kepada Yesus putramu, bahwa ada anakmu yang membutuhkan pertolongan”
Saya juga berdoa kepada Yesus : Tuhan Yesus, tolonglah saya. Apa yang harus saya lakukan dengan orang ini.
Setelah selesai berdoa, saya membawa Atik keluar halaman gereja, tiba-tiba saya memutuskan mencari rumah pak FXB yang sayapun belum tau persis rumahnya yang mana, tetapi beberapa hari sebelumnya saya pernah bertemu beliau sewaktu jalan pagi dan beliau memberitau bahwa rumahnya tidak jauh dari gereja.
Dengan pikiran untung-untungan saya membawa mobil kearah perumahan dibelakang gereja dan saya berharap mendapat masukan dari pak FXB bagaimana dia bisa mengatasi penyakitnya, karena saya tau bahwa dia sudah tidak mempunyai kedua ginjal. Sudah dibuang, tetapi beliau terlihat sehat dan masih bisa berjalan-jalan sambil membawa anjing kecil. Paling tidak saya ingin mendengarkan dari orang yang mempunyai masalah yang sama yaitu gagal ginjal dan cuci darah.
Ternyata itu benar rumah pak FXB dan saya pun turun sendirian sambil meminta maaf dan ijin untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi oleh Atik yang saya suruh tunggu dimobil. Rupanya memang Tuhan sendiri yang memimpin saya ketempat ini. Pak FXB menerima dengan sangat baik meskipun beliau hanya tau muka saya, belum tau nama, karena pernah bertemu dalam ibadat arwah 40 hari ibu NA dimana waktu itu pak FXB yang membawakan ibadat sebagai prodiakon, dan saya memimpin Rosario sebagai Legioner.
Atik diberitahu proses perpindahan rumah sakit, proses pemindahan BPJS oleh pak FXB dan juga direkomendasikan untuk cuci darah ditempat dimana pak FXB melakukan cuci darah selama ini. Lalu saya teringat dan bertanya, kapan Atik harus cuci darah, dan dijawab bahwa setiap hari Selasa dan Jumat. Saat itu saya memutuskan bahwa saya harus langsung mengirim Atik kembali ke Tegal, karena keesokan hari (selasa) dia sudah harus cuci darah dan untuk melakukannya disini memerlukan prosedur yang akan memakan waktu berhari-hari dan juga tidak mudah karena harus meminta surat keterangan RT, RW untuk perpindahan KTP untuk mengurus pemindahan BPJS.
Kaget mendengar bahwa Atik ingin masuk Katolik, menjadikan saya bertanya mengapa. Rupanya Tuhan Yesus sendiri yang memanggilnya. Melalui berbagai peristiwa, dan pak FXB juga bercerita bahwa beliau adalah mantan anak pesantren yang juga pernah menjadi pengurus ormas keagamaan dulu sebelum “ditangkap” oleh Tuhan Yesus.
Serasa tidak percaya saya berkata dalam hati, bagaimana mungkin ini terjadi, dimana pada saat si Atik yang sekarang masih Islam tertarik untuk masuk Katolik, dan dipertemukan dengan orang yang dulu juga Islam dan sekarang menjadi orang Katolik yang baik. Ini pastilah Rencana Tuhan.
Setelah malam itu saya mengantar Atik ke bus serta ditemani oleh kenalan yang saya mintai tolong untuk mendampingi Atik ke Tegal, maka saya bersyukur telah dapat menolongnya. Juga saya bersyukur telah mempertemukan dia dengan pak FXB yang berlatar belakang agama yang sama.
Namun rupanya Tuhan berkehendak lain. Jumat setelah selesai cuci darah di rs. Tegal, mbak Atik datang kembali ke BSD. Kali ini dengan kartu BPJS dan surat pengantar dari Rumah sakit di Tegal.
Sesampainya di rumah saya segera menanyakan pak FXB mengenai rencana cuci darah dan pelajaran agama. Namun saya belum tahu pantangan minum dan makan bagi orang gagal ginjal seperti mbak Atik. Sabtu sore mbak Atik sudah saya ajak kerumah pak FXB dan saya melihat bahwa kakinya bengkak. Minggu di rumah, nafasnya sudah megap-megap seperti ikan yang kekurangan air dan oksigen. Senin pagi saya langsung membawanya ke rumah sakit Awal Bross untuk diperiksa disana. Langsung melalui UGD dan mbak atik langsung ditangani oleh para perawat dan dokter di RS Awal Bross.
Ketika diberitahu dokter bahwa mbak Atik harus dirawat di ICU, saya menjadi mengerti bahwa kondisinya saat itu kritis dan harus segera memperoleh pertolongan.
Maka, ketika bagian pendaftaran menyatakan bahwa ruang ICU, IICU, HCU semuanya penuh di rumah sakit Awal Bross, maka saya mengatakan bahwa saya ingin agar mbak Atik dirawat di rumah sakit itu meskipun di kamar biasa. Ketika dokter mengatakan bahwa jika setelah diperiksa darah mbak Atik, jika terdapat virus Hepatitis B atau HIV, maka mbak Atik pasti akan ditolak oleh pihak Rumah sakit dan silakan mencari rumah sakit lain. Langsung kami bersatu (saya dan pak FXB berdoa supaya darah mbak Atik tidak mengandung kedua penyakit tersebut) sehingga dia dapat dirawat dan dicuci darah disitu.
Ketika dikatakan bahwa kamar kelas 1 sesuai dengan kelas BPJS nya sudah penuh dan demikian juga dengan kelas 2 dan 3 dirumah sakit tersebut, sehingga jika ingin dirawat harus masuk ke ruang VIP, maka saya terpaksa menyetujuinya supaya mbak Atik dapat ditolong.
Ketika saya pulang karena harus menjemput anak pulang sekolah dan ketika jam 4 sore saya ditelepon pihak rumah sakit bahwa mereka akan melaksanakan cuci darah segera, maka saya bersyukur kepada Yesus junjungan saya yang telah mengabulkan doa-doa kami. Artinya darahnya bersih dari HIV dan hepatitis B.
Terinfeksi Hepatitis C
Namun ternyata keesokan harinya ketika menemui dokter jaga, saya diberitahu bahwa mbak Atik terkena Hepatitis C, dan pihak rumah sakit tidak dapat memberikan pelayanan cuci darah untuk selanjutnya. Saya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis HD (hemodialisa) keesokan harinya agar bisa memastikan kemana sebaiknya saya membawa mbak Atik untuk berobat.
Setelah menemui dokter HD keesokan harinya saya hanya menanyakan dua hal :
1. Ke mana saya harus pergi untuk merawat dan mencuci darah setelah ini?
2. Apakah penyakit Hepatitis C dapat menular melalui sendok, piring, garpu, gelas dsb?
Keduanya dijawab oleh dokter bahwa sebaiknya mbak Atik dikembalikan kepada keluarganya dengan alasan bahwa penyakit yang dideritanya saat ini sangat berat :
1. Darah tinggi
2. Gagal ginjal
3. Hepatitis C
4. Pembengkakan jantung
Yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan kematian.
Jawaban atas kedua pertanyaan di atas adalah : hepatitis C tidak menular melalui sendok, garpu, piring, gelas dsb. Membuat saya lega karena beberapa hari ini dia menginap dirumah saya.
Keesokan harinya saya menghadap pastur di Santa Monika menanyakan masalah ini, dan pastur memberikan pandangan yang sama dengan dokter HD bahwa sebaiknya dikembalikan kepada keluarga, kecuali keluarga mau memberikan pernyataan resmi di atas materai bahwa mereka tidak sanggup mengurus dan jika terjadi apa-apa dengan mbak Atik, katakanlah meninggal dunia, maka pihak yang merawat tidak akan dituntut apapun oleh keluarga.
Karena saran tersebut, maka saya menyiapkan konsep surat dan materai dan menghubungi saudaranya meminta mereka untuk memilih, apakah mereka ingin merawat mbak Atik ataukah mereka ingin menandatangani Surat pernyataan tersebut? Sampai larut malam, barulah saya mendapat kabar bahwa keluarga menyetujui untuk menandatangani surat pernyataan, karena mereka tidak sanggup merawat mbak Atik.
Karena kemurahan dan kehendak Tuhan maka tadinya saya sudah ditolak oleh suster Laura (teman saya) di Semarang, dengan alasan bahwa rumah sakit di Semarang lebih sedikit dibandingkan di Jakarta dan bahwa tidak ada yang bersedia menampung, maka saya berdoa kepada Tuhan dan tiba-tiba teringat dengan KKIT (kelompok kerabat kerja Ibu Teresa) dan saya memberikan nomor teleponnya yang saya peroleh via internet kepada Suster Laura.
Karena kehendak Tuhan dan karya Tuhan, maka Suster Laura yang ternyata sudah mengenai baik pak Gunawan (ketua KKIT di Semarang) mendapat sambutan baik dari pak Gunawan bahwa mbak Atik diterima ditampung dipanti.
Karena karya dan kehendak Tuhan saya pergi hari Jumat untuk membawa mbak Atik ke Semarang dan langsung masuk ke panti Wredha.
Karena karya dan Kehendak Tuhan maka meskipun pak Gunawan telah diberitahu oleh suster Laura bahwa mbak Atik mengidap Hepatitis C tetapi pak Gunawan seolah hanya focus kepada cuci darah saja.
--- oOo ---
Berita yang saya terima malam ini membuatku merinding. Bagaimana tidak. Suster Laura yang membantu dan mengusahakan tempat tinggal bagi mbak Atik di panti Wredha di Semarang, seolah menjadi alat kepanjangan tangan Tuhan sendiri yang berkehendak atas manusia yang dikasihinya : mbak Atik.
Sejak saya mengantarkan mbak Atik ke panti Wredha di Semarang pada hari Jumat sore, dan Jumat malam suster Laura mendapat telepon dari pak Gunawan sebagai pemilik panti wredha bahwa dia tidak mengira bahwa mbak Atik mengidap penyakit hepatitis C padahal dia mengakui bahwa dia sudah diberitahu oleh suster Laura, tetapi dia hanya focus kepada masalah gagal ginjal dan cuci darah saja, dan tidak focus kepada penyakit Hepatitis C tersebut.
Seluruh karyawan di panti yaitu yang bertugas mengurus oma-oma penghuni panti menolak menerima dan mengurus mbak Atik. Dengan alasan instruksi dokter, maka mbak Atik dibawa ke rumah sakit Elisabeth untuk diopname di sana malam itu juga.
Karena mbak Atik diopname di rumah sakit, maka keesokan harinya yaitu tanggal 27 Agustus 2016, pastur paroki Fransiskus Xaverius, Kebon Dalem, atas permintaan suster Laura tergerak hatinya untuk membabtis mbak Atik dengan nama babtis : Maria
Karena mbak Atik sebagai penghuni panti wredha, maka dia bisa mendapat jadwal dan kesempatan untuk cuci darah di rumah sakit tersebut langsung atas permintaan seorang dokter, padahal berapa banyak orang yang harus mengantri untuk cuci darah. Padahal mbak Atik baru menghuni Panti kurang lebih hanya satu jam. Bukankah ini Karya Tuhan?
Karena karya Tuhan jugalah maka mbak Atik bisa ditolong oleh direktur keperawatan rumah sakit agar dia bisa memperoleh tempat dimana dia bisa ditampung.
Karena Karya Tuhan maka pengurusan BPJS yang tadinya diurus oleh pengurus panti dan serasa berbelit belit dan tidak mungkin bisa dilakukan. Namun oleh suster Laura hanya dalam waktu satu jam selesai, lancar tanpa hambatan sedikitpun BPJS bisa pindah dari Tegal ke Semarang.
Karena karya dan rencana Tuhan, maka mbak Atik bisa menyambut komuni dan mengetahui tata caranya, padahal dia belum belajar agama karena kondisinya yang tidak bisa membaca dan menulis (buta huruf). Saya teringat kepada santa Bernadeth, seorang gadis sederhana yang tidak bisa membaca dan menulis pada waktu menerima penampakan Bunda Maria di Lourdes yang sekarang sudah sangat terkenal itu.
Karena Karya Tuhanlah, maka pak Gunawan sebagai pemilik panti diberi kesempatan dan saatnya untuk mengedukasi para karyawan Panti yang tentunya akan menjadi lebih baik dalam melayani para penghuni Panti dengan penuh Kasih.
Tuhan justru berkarya melalui orang-orang sederhana seperti Santa Teresa dari Calcuta, Santa Bernadeth Soubirus di Lourdes dan masih banyak lagi. Yang Tuhan butuhkan dari kita sebagai manusia adalah : PERCAYA. Karena Percaya maka aku diselamatkan. Karena mengasihi sesama, maka aku memperoleh belas kasih Allah.
Sungguh, kejadian ini menambah imanku.
Terimakasih Tuhan karena Engkau melibatkan aku dalam RencanaMu yang aku yakini sungguh Indah dan tak ternilai betapa besarnya KasihMu kepada manusia yang dianggap kecil dan hina serta dibuang oleh manusia.
Ditulis oleh : Johanna Kemal