BENCANA ATAU RENCANA?
Sharing ini adalah tentang kejadian yang tadinya kuanggap suatu bencana, tetapi setelah melalui hasil permenungan, aku baru mengetahui bahwa ini adalah suatu Rencana Tuhan yang indah bagiku dan bagi sesamaku.
Semoga sharing ini bermanfaat bagi pembaca dan dapat memberikan kekuatan di kala kita sedang mengalami bencana atau hal yang tidak kita sukai terjadi dan membuat iman kita semakin bertumbuh. Berikut adalah kisah sebenarnya.
Sebagaimana kebiasaan setiap lebaran / hari raya Idul Fitri, maka kebanyakan para ibu rumah tangga yang mempunyai pembantu mengalami bahwa pembantu mereka akan pulang kampung, mudik dan bahkan banyak pula orang yang menawarkan jasa infal atau pembantu/suster pengganti selama pembantu mudik yang tentunya harus dibayar dengan upah 2-3 kali lipat dari biasanya.
Tepat dua hari menjelang lebaran tahun ini, maka pembantuku pulang kampung dengan membawa berbagai macam barang untuk oleh-oleh keluarga di kampung yang sudah tidak sabar menantikan segala macam barang dan makanan serta uang dari kota. Meskipun tidak menikah dengan usianya yang telah separuh baya ini, tetapi pembantuku tetap memperhatikan keponakan-keponakannya di kampung beseta sepupu-sepupu nya. Sudah 3 tahun rupanya dia tidak pulang kampung sehingga barang yang dibawa pulang begitu banyak, termasuk pakaian-pakaian bekas kami dan anak-anak yang masih bagus kami berikan kepadanya untuk dibagi-bagikan di kampung. Meski harus berjam-jam di perjalanan karena macet, mereka tetap gembira karena sebentar lagi akan bisa berjumpa dengan keluarga dan sanak saudara di kampung termasuk pembantuku ini yang tidak menikah dan rupanya kedua orang tuanya pun sudah tiada.
Pembantuku ini istimewa karena dia telah bekerja dengan kami selama 17 tahun lebih, meskipun setelah itu dia berhenti dan bekerja di tempat lain, namun rupanya memang dia harus kembali bekerja pada kami setelah 3 tahun kemudian. Akhirnya sejak awal tahun ini dia kembali bekerja pada kami dan kami baru tahu bahwa ternyata dia mengidap penyakit darah tinggi. Meski sudah beberapa kali kami bawa ke dokter, tapi rupanya dia tidak menyukai obat dokter dan mencoba dengan obat tradisional yang diyakininya membuat dia sembuh dari pada obat dokter yang kami sarankan.
Tanggal 15 Agustus dia berangkat pulang kampung dan tinggallah aku, suamiku dan anakku yang bungsu, karena anakku yang sulung sudah lulus SMU dan sedang berlibur ke rumah neneknya di Sumatra sambil menunggu perkuliahan dimulai di salah satu universitas di Jakarta.
Tanggal 18 Agustus malam hari aku dan anakku yang bungsu dikejutkan oleh telepon suamiku bahwa saat itu dia sedang berada di rumah sakit karena jatuh pada saat minum kopi dan kepalanya membentur pinggiran pot bunga di restoran sehingga harus diberi pertolongan di bagian IGD rumah sakit Royal Taruma di Jakarta.
Pada saat itu aku merasakan ini adalah Bencana, karena jam 10 malam hari, aku harus pergi menyusul ke rumah sakit dan mengurusi segala keperluan disana. Sebelum berangkat aku dan si bungsu berdoa, agar Tuhan mengutus para malaikatNya untuk suamiku agar mendapat pertolongan yang tepat dari para dokter.
Sampai di rumah sakit aku menemui suamiku yang kelihatannya segar, hanya ada luka di bagian kiri kepala bagian dahi yang harus dijahit. Setelah di scan dan periksa segalanya, rupanya hasilnya baik dan untuk pemantauan lebih lanjut, maka dokter menyarankan agar suamiku dirawat inap di rumah sakit.
Malam itu aku pulang ke rumah, karena anakku di rumah menungguku dengan kakakku yang kebetulan menginap di rumah kami selama libur lebaran. Hatiku merasa sedih, cemas dan tak henti-hentinya berdoa buat suamiku agar hasil pemeriksaan esok hari masih tetap baik sehingga dia boleh pulang ke rumah lagi. Saat itu aku masih menganggap ini “Bencana”.
Keesokan harinya, pagi-pagi di kala aku sedang bersiap-siap berangkat lagi ke rumah sakit, aku menerima telepon dari pembantuku di kampung dan aku mengatakan bahwa bapak sakit dan sekarang sedang ada di rumah sakit.
Rupanya begitu mendengar bahwa kami mengalami musibah, pembantuku tersebut langsung bersiap-siap pulang dan senin dinihari dia telah sampai di rumah kami. Waktu itu tanggal 20 dinihari. Tanggal 27 dinihari atau persis seminggu kemudian pembantu tersebut muntah-muntah pada jam 3 pagi, dan saat itu karena setelah aku lihat dia keringat dingin terus menerus, maka dengan memaksa, aku bawa dia ke rumah sakit di bagian IGD dan bukan kebetulan bahwa pada senin pagi tersebut suamiku bangun jam 3 pagi karena harus ke Jakarta mengantarkan buku saku anakku yang sulung yang sudah mulai masuk masa posma atau orientasi mahasiswa sehingga jam 4 suamiku harus jalan ke tempat kos anak kami di Jakarta. Bukan kebetulan bahwa dia berada di rumah kami dan bersama kami pada waktu dia sakit. Bukan kebetulan pula kami bangun dan mengetahui bahwa dia sedang sakit.
Setelah diperiksa dokter, dia dinyatakan gagal ginjal dan harus cuci darah. Setelah pindah ke rumah sakit yang ada fasilitas cuci darah, maka di-observasi lagi, dan ditemukan penyakit lain yang cukup mengkhawatirkan yaitu ada pendarahan juga di otaknya yang membuat situasi menjadi serba salah bagi sang dokter, juga bagi kami semua.
Pada saat itulah, sebelum dilakukan cuci darah / hemodialisa yang pertama kali, dokter memberitahu aku bahwa si pembantu saat itu sedang kritis dan bisa sewaktu-waktu koma dan bahkan meninggal di ruang Hemodialisa. Bagaikan buah simalakama, tidak dimakan salah, dimakan pun salah. Pada saat itu aku dan anakku berdoa bersama setelah sebelumnya aku berdoa sendiri : Ya Bapa, Engkaulah yang empunya kehidupan ini. Engkau berkuasa memberikan hidup dan mati kepada kami manusia. Tolonglah agar pembantu kami dapat diselamatkan pada saat kritis ini, namun demikian, kami taat pada kehendakMu, karena kami tahu, kehendakMu adalah yang terbaik bagi kami.
Karena badan ini sudah letih sekali, setelah berserah, aku tidur dan pada pagi harinya bangun berharap tidak menerima berita bahwa pembantuku meninggal.
Ternyata Tuhan mengabulkan doa kami, dan memberikan pertolonganNya sehingga meskipun dikhawatirkan koma dan meninggal di ruang HD, tetapi akhirnya dia selamat dan setelah beberapa hari dirawat dirumah sakit dan kami harus menanggung biaya yang mahal, namun kami percaya, bahwa Tuhan memakai kami untuk menolong pembantu kami tersebut yang tentunya juga adalah dombaNya, meskipun berasal dari kandang yang lain.
Terpujilah nama Tuhan karena kami menjadi semakin sadar bahwa hidup ini dari waktu ke waktu ternyata sudah dirancang Tuhan sedemikian rupa dan kami sangat bergantung kepadaNya, sang Empunya kehidupan dan berkuasa atas hidup dan maut.
Kami juga bersyukur karena kami dipakai Tuhan untuk menolong salah satu mahluk ciptaanNya. Terpujilah Tuhan.
Ditulis oleh : Johanna Kemal