MUKJIZAT DI MUDIPU
Melalui upaya diplomasi, Vaz menjadi penengah konflik yang terjadi di antara dua petinggi Gereja India.
Malam telah larut. Beberapa lelaki mendatangi Pastor Joseph Vaz di Paroki Paneer. Mereka meminta agar Vaz memberikan Sakramen Minyak Suci kepada seorang Katolik yang tengah sekarat di Mudipu, India.
"Baiklah," jawab Vas tulus. Ternyata, orang-orang itu berdusta. Mereka bersekongkol ingin membinasakan Vaz. Ketika melintasi sebuah bukit, mereka menyerangnya. Vaz segera berlutut di atas sebuah batu seraya menghunjamkan sebatang kayu di tanah.
Tiba-tiba, cahaya berkelebat di tengah-tengah mereka. Seketika itu pula tanah di bawah batu tempat Vaz berlutut, memancarkan air yang deras, menghalangi orang-orang yang hendak menyerang Vaz. Keajaiban ini membuat orang-orang itu lari tunggang-langgang.
Di kemudian hari, di lokasi itu dibangun gereja. Hingga kini, gereja itu selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah yang memohon kesembuhan dari berbagai penyakit.
Di sepanjang perjalanan imamatnya, Vaz telah merangkul perbedaan agama demi memperjuangkan perdamaian.
"Gereja mengkanonisasi Joseph Vaz sebagai Orang Kudus karena ibadah sejatinya telah menghasilkan buah-buah berlimpah," ujar Paus Fransiskus di hadapan ribuan orang yang berkumpul dalam perayaan Ekaristi di tepi laut Kolombo, ibu kota Sri Lanka pada 14 Januari 2015.
KEKAISARAN PORTUGIS
Vaz lahir pada tahun 1651 di Benaulim, Goa, India, yang saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Portugis. Ayah-ibu Cristovao Vaz dan Maria de Miranda, adalah penganut Katolik yang taat.
Prestasi studi Vaz membuat sang ayah mengirimnya ke Seminari Jesuit Santo Paulus Goa. Lalu, ia melanjutkan studi filsafat dan teologi di Seminari Tinggi Santo Thomas Aquinas milik Ordo Dominikan. Pada tahun 1675, Vaz ditahbiskan menjadi imam Oratorian (Kongregasi Oratori St. Filipus Neri).
PENGKHOTBAH ULUNG
Setelah menjadi imam, Vaz mulai berkarya tanpa alas kaki. Ia dikenal sebagai pengkhotbah ulung dan bapa pengakuan yang bijak. Kemudian ia ditugaskan ke Canara, India Selatan.
Pada saat itu tengah terjadi konflik antara Uskup Padroado yang ditunjuk oleh pemerintah Portugis dengan Kongregasi Propaganda Fide (Lembaga Vatikan yang mengatur misionaris di seluruh dunia).
Padroado yang berwenang di Goa menentang penunjukan Paus terhadap Uskup Thomas de Castro sebagai Vikaris Apostolik untuk wilayah Canara pada 30 Agustus 1675. Konflik tersebut memecah umat Katolik di Canara menjadi dua kubu.
Dalam suratnya tertanggal 14 September 1681, Vaz mengeluh mengenai keadaan ini. "Banyak yang percaya bahwa Gereja Katolik telah terbelah dan bahwa kita, para imam dan para uskup, bukanlah anak-anak dari ibu Gereja yang sama, dan bahwa ajaran-ajaran dan sakramen kita berbeda, dan apa yang dilakukan oleh yang satu, akan dihancurkan oleh yang lain. Gereja Katolik di sini dibenci dan tidak dapat diterima."
Akhirnya, Vaz berhasil bertemu dengan Uskup De Castro di Mangalore. Setelah meyakinkan tentang legitimasi dokumen, mereka memutuskan untuk menyudahi konflik. Mereka meminta keputusan dari Paus Innosensius XI yang pada saat itu baru terpilih.
Vaz meminta agar mereka dapat berkarya bersama sambil menunggu keputusan akhir dari Paus. Vaz menunjukkan bahwa konflik ini telah membuat umat Hindu tersinggung dan umat Kristen bingung. Melalui upaya diplomasi, Vaz merajut perdamaian di lingkungan Gereja Canara.
Pada tahun 1681-1684, Vaz melakukan banyak pekerjaan di Mangalore, Basroor, Barcoor,Moolki, dan Kallianpur. Ia merekonstruksi Katedral Rosario Mangalore dan membangun gereja-gereja baru di Onore, Basroor, Cundapore, dan Gangolim. Ia juga mendirikan sekolah-sekolah di beberapa desa, bekerja sama dengan warga setempat.
KEMBALI KE GOA
Pada tahun 1684, Vaz kembali ke Goa. Ia menghabiskan waktunya untuk berkhotbah di desa-desa sekitarnya.
la juga bergabung dengan sekelompok imam yang memutuskan untuk hidup
bersama dalam sebuah komunitas religius. Kelompok ini secara resmi didirikan sebagai sebuah komunitas dari Kongregasi Oratorium Santo Filipus Neri pada 25 September 1685.
Pada tahun 1687, Vaz merasa terpanggil untuk meninggalkan Goa. la menjadi misionaris ke Pulau Ceylon (sekarang, Sri Lanka). Vaz berkarya di Srilanka selama 24 tahun.
Ia melaksanakan pelayanan imamat dengan sangat heroik dalam situasi yang kerap berbahaya. Ia dikejar-kejar oleh pihak berwenang Belanda yang sangat ingin melenyapkan Gereja Katolik di Sri Lanka.
Kemudian Vaz memutuskan untuk membangun basis di Kerajaan Kandy di pedalaman Sri
Lanka yang jauh dari jangkauan Belanda. Pada tahun 1696, beberapa imam Oratorium dari Goa bergabung dengan Vaz di Sri Lanka.
Misi Katolik benar-benar dijalankan di sana. Ia menolak posisi Vikaris Apostolik dan lebih memilih untuk tetap menjadi seorang imam misionaris yang bersahaja.
Di antara karya-karya pastoralnya, Vaz menerjemahkan Katekismus dan doa-doa ke dalam bahasa lokal: Singalese dan Tamil. Orang-orang setempat memanggilnya "Sammanasu Swam" yang artinya "Imam Malaikat".
Joseph Vaz wafat pada tengah malam, 16 Januari 1711, dalam usia 60 tahun. Ia berpulang dengan sebuah lilin di tangannya. Kerasulannya meninggalkan warisan sekitar 70.000 umat Katolik, 15 gereja, dan 400 kapel. Karena itu, ia digelari Rasul dari Sri Lanka. (Maria Etty)