Bacaan I : Ul. 30:10-14; Bacaan II : Kol. 1:15-20
Bacaan Injil : Luk. 10:25-37
IBADAH YANG SEJATI
Diawali dengan kisah seorang ahli Taurat yang menanyakan syarat untuk memperoleh hidup kekal kepada Yesus. Membaca alur cerita Lukas, sepertinya ahli Taurat ini sudah menduga apa yang akan Yesus katakan. Tetapi yang menjadi persoalan bagi si ahli Taurat adalah pertanyaan keduanya “Lalu siapakah sesamaku manusia?” [10:29].
Untuk menjawab pertanyaan ini Yesus kemudian menceritakan sebuah perumpamaan. Yesus menggunakan subyek dua orang Yahudi [orang Lewi dan imam] dan orang Samaria. Ketiga orang tersebut dibenturkan pada satu masalah yang sama, yaitu menolong orang yang sekarat akibat diserang perampok. Ternyata dari ketiga orang itu terdapat sikap yang berbeda terhadap si kurban. Baik imam maupun orang Lewi, menghindar dari si kurban. Orang Samaria justru mau membantu dengan totalitas ketulusan kasihnya. Mulai dari menolong, merawat kurban di jalan, menaikkannya ke keledainya dan kemudian membawa ke penginapan. Sampai di sana, dia masih merawatnya lagi dan keesokan harinya dia menitipkan uang dan pesan kepada pemilik penginapan untuk merawat orang yang malang ini [10:33-35].
Orang Yahudi dan orang Samaria memiliki sejarah permusuhan yang panjang. Perumpamaan ini tentu tidak dimaksudkan agar permusuhan menjadi lebih dalam namun pesan yang ingin disampaikan adalah tindakan kasih merupakan ibadah yang sejati. Orang Lewi dan imam mungkin terkendala dengan ibadah yang akan mereka lakukan karena ada larangan mengenai kenajisan jika bersentuhan dengan mayat sehingga mereka lebih mementingkan ibadah yang bersifat ritual. Namun perintah pada hukum Taurat adalah mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama [Luk 10:27]. Karena itu Yesus mengakhiri cerita dengan bertanya kepada ahli Taurat “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, menjadi sesama manusia bagi orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"
Bagi orang Israel mematuhi perintah TUHAN adalah sesuatu yang mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hal ini disampaikan oleh Musa kepada generasi yang akan memasuki tanah terjanji [Ul 30:10-14]. Firman itu ada di mulut dan di hati mereka untuk dilakukan. Demikian pula bagi para pengikut Kristus, mematuhi perintah-Nya sama dengan mematuhi perintah Allah, karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia [Kol 1:19].
Penutup dari kisah orang Samaria yang murah hati ini bukan hanya perintah bagi si ahli Taurat saja, melainkan bagi kita para pengikut Kristus. Mari kita mengasihi sesama dengan tulus hati karena Tuhan lebih berkenan dengan hati yang peduli daripada ritual tanpa isi. [CT]