Sweet Revenge
Duh, pernahkah bertemu dengan orang yang selalu bercerita tentang dendam kesumatnya dari waktu ke waktu? Kisah masa lalu tak jemu-jemu diulang, diulang, dan diulang berulangkali. Ibarat pita kaset yang diputar terus bolak-balik mungkin udah soak saking seringnya diputar dengan lagu yang “itu-itu” juga.
Pertanyaan saya cuman satu,” Kok, tidak bosan, ya?” Terus-terang saja kalau mau jujur, sebagai pendengar, saya sudah hapal ceritanya. Walau bersambung, tapi terusss saja, tak ada kebaruan dalam ‘novel’ yg sedang digarapnya. Kuping saya sampai merah jambu saking pahamnya dengan nama-nama tokoh, termasuk tema kisah yang diungkap. Sama sekali bukan cerita misteri, hmm…melodrama jadinya malah saya kira!
Ya, pada akhirnya harus saya katakan,”Maaf, saya mulai bosan dengan ceritamu itu.” Sama sekali tak ada harapan untuk membangunkan dirimu dari kubangan dendam yang kau gali sendiri. Benteng yang kau bangun pun, nampaknya semakin tinggi. Walaupun sudah tegas-tegas kukatakan, “Sudahlah, sudahi saja dendam-mu, tak ada gunanya! Orang yang kau limpahi dendam, enak-enak nyenyak tertidur pulas. Sedangkan kamu? Buang-buang energi saja, dari waktu ke waktu sama sekali tak pernah lelah untuk bercerita hal yang sama: keburukan dan sumpah serapah kepada orang yang kau benci!”
Duh, biyung ! Saya jadi bingung kehilangan kata, kalimat, dan bahkan tanda baca! Buntut-buntutnya saking gemasnya, maaf…saya jadi tak tahan untuk membahasnya saja dalam “Catatan Hati” saya kali ini. Yeay… tentang: dendam! Haaa, apakah di hati Anda juga menyimpan rasa yang sama? Mungkin ada yang mencoba menyimpan dan menutupinya rapat-rapat agar tak ketahuan. Atau, sebaliknya malah, mengungkapkan dengan terang-terangan ke seluruh pelosok negeri saking kesumatnya?
Halah, urusan dendam yang padanan mesranya ‘kesumat’ ini sama sekali tak boleh dianggap enteng,lho. Nampaknya saja tak berdampak apa-apa, tapi jika sudah berulam jantung? Hati-hati! Ya, saya katakan dengan pengulangan dua kali “hati” itu. Efeknya bisa menggerogoti organ hati, jantung, jeroan dalam , dan segenap anggota tubuhmu yang lain. Nyeri, migren sakit kepala, mulut capek berbusa – akibat menimbun kebencian terhadap seseorang. Bikin tak enak makan, tak bisa tidur, dan perasaan tak nyaman- rungsing grasa-grusu kepingin nyambit, eh, bahkan kalo perlu mencekik saja orang yang dibenci setengah mati !
Urusan benci membenci mungkin sudah menjadi hal yang biasa ya, di dunia manusia. “Manusiawi-lah alias …namanya juga manusia!” Mungkin begitu komentar Anda, menganggapnya sebagai kasus yang normal saja. Tetapi, bagi saya kok, justru dendam kesumat adalah ‘penyakit manusia’ yang tidak normal! Bayangkan dendam yang berurat-akar itu bisa diwariskeun sebagai penyakit turunan, lho! Ya, karena biasanya Si biang dendam dengan sadar mampu membawanya hingga ke liang lahat, bahkan dengan tega ‘mewariskannya ke anak cucu!
Ingat cerita dramatis Romeo and Julliet? Karangan sastawan Inggris terkenal William Shakespeare ini contoh nyata dari perseteruan dendam kesumat dua keluarga yang membuat anak-anak mereka yang tak bersalah karena akhirnya jatuh cinta, lalu memutuskan untuk bunuh diri bersama. Tragis dan menyeramkan, bukan? Menyimpan dendam kesumat di hati akibat membenci sesama manusia lain, tak ada bedanya dengan penjahat kriminal. Walaupun, tak ada hukum perdata atau pidana untuk menghukum jenis penjahat yang satu ini….
Padahal, buat apa menyimpan dendam dan sakit hati? Yesus adalah contoh nyata yang paling mumpuni dalam kasus ini. Katanya, “ Jika seseorang menampar pipi kananmu, berikan pula kepadanya pipi kirimu….” Nah! Klop dengan apa yg pernah diamanatkan oleh alm. ibu saya tercinta,”Semakin seseorang membencimu, semakin berbaik-hatilah kamu kepadanya!” Secara harafiahnya mungkin saya bisa memberikan contoh yang bagus sekali – kebetulan baru saya baca kisah nyatanya lewat sebuah link di internet. Seorang isteri yang kerap dihina mati-matian oleh suaminya dalam urusan memasak, akhirnya memutuskan untuk bercerai, dan malah sukses di bisnis resto karena kelihaiannya membuat pastry! Sungguh sebuah ‘balas dendam’ yang manis, bukan?
Ada istilah khusus yang ‘pas’ dalam bahasa Inggris : Sweet Revenge. Ya, mengapa tidak menjadikan ketidaksukaan dan kebencian kita menjadi sesuatu yang bermanfaat, membawa dampak positif, bahkan juga; indah? Seorang pelajar, misalnya, tidak menyukai suatu mata pelajaran, maka buktikanlah kebencian itu dengan berusaha belajar sungguh-sungguh. Alih-alih bolos dan menjauhi, melainkan merangkul dan menaklukkan pelajaran yang dibenci. Sama halnya dengan Anda, yang menyimpan kebencian kepada seseorang. Daripada mengucapkan mantra sumpah serapah tak ada habisnya, bukankah akan lebih baik jika Anda mencoba bersikap ramah, dan berbaik hati sehingga orang yang mungkin membenci Anda pula itu justru berbalik cinta kepada Anda?
Percayalah, menyimpan benih kebencian bertahun-tahun sama saja dengan menimbun bibit penyakit yang secara berproses menggerogoti kesehatan diri sendiri. Tak akan berbuah manis, kecuali jika sebaliknya Anda mengubah kebencian itu menjadi cinta. Bukankah antara benci dan cinta itu beda-beda tipis? Keduanya merupakan perasaan manusiawi yang bukannya sama sekali tak bisa diubah; hanya tergantung kepada kesadaran kita untuk mengendalikannya. Sweet Revenge, justru adalah sebuah “balas dendam” yang bagusss sekali. Nah, Anda mau mencobanya?
Oleh Effi S Hidayat