Seri 40: YESUS MATI DIMAKAMKAN
Seri 40
YESUS MATI DIMAKAMKAN
Misteri Kematian. Yesus selalu melaksanakan kehendak Bapa-Nya. Ia bersabda: makanan-Ku ialah melaksanakan kehendak Dia yang telah mengutus Aku dan Aku telah melaksanakan-Nya (Yohanes 4:34). Kematian Yesus adalah wujud kesatuan kasih-Nya kepada Allah, Bapa-Nya. Karena itu Yesus: Bapa mengasihi Aku oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku (Yohanes 10:17).
Yesus menerima rencana penebusan dari Bapa-Nya menjiwai seluruh kehidupan-Nya. Kesengsaraan-Nya untuk penebusan adalah alasan penjelmaan-Nya menjadi manusia. Sebab untuk itulah Aku datang ke dunia sekarang ini (Yohanes 12:27). Bukankah Aku harus minum cawan yang diberikan Bapa kepada-Ku (Yohanes 18:11). Dari salib Yesus mengatakan: Aku haus (Yohanes 19:12) dan baru sesudah itu: “sudah selesai” (Yohanes 19:30). Di taman Getsamani Yesus menerima cawan Perjanjian Baru dari Bapa-Nya. Ia taat, bahkan sampai mati, dengan mengatakan “bukan kehendak-Ku tetapi kehendak-Mu” (Matius 26:39).
Yesus dapat membuat kita mitra dalam kematian-Nya dengan cara yang hanya diketahui oleh Allah. Ia mengundang semua “untuk memanggul salibnya dan mengikuti-Nya (Matius 16:24). Yakobus dan Yohanes diundang untuk minum dari cawan yang Ia minum (Markus 10:39) dan Maria ibu-Nya secara penuh ambil bagian dalam salib. “Tidak ada tangga lain untuk naik ke surga, selain salib” (Santa Rosa dari Lima).
Misteri Pemakaman. Yesus mengalami keadaan kematian penuh, disebut pemisahan jiwa-Nya dari badan-Nya. Keadaan Yesus yang mati ini adalah misteri pemakaman dan turun ke dalam kerajaan maut. Itulah misteri Sabtu Agung, di mana Yesus diletakan dalam makam, masuk dalam istirahat Sabat Allah yang besar, setelah Ia menghasilkan keselamatan manusia.
Yesus tinggal di dalam makam merupakan hubungan nyata antara keadaan Kristus yang dapat menderita sebelum Paskah dan keadaan- Nya yang sekarang yang dimuliakan sebagai Yang telah bangkit. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup sampai selama-lamanya (Wahyu 1:18). Sebab Yesus mengizinkan kematian untuk memisahkan jiwa- Nya dari badan-Nya dan kemudian mempersatukan jiwa dan badan lagi pada saat kebangkitan, supaya Kristus sendiri menjadi tempat pertemuan jiwa dan badan, yaitu kematian dan kehidupan dengan menghentikan pembusukan tubuh yang terpisah dari jiwa, dan Kristus sendiri juga menjadi prinsip penyatuan kembali bagian-bagian hakikat manusiawi yang sudah terpisah (Santo Gregorius dari Nisa). Selama di dalam makam, pribadi ilahi terus memiliki jiwa dan badan. Meskipun terpisah satu sama lain, jiwa dan badan bersama-sama sejak awal mempunyai eksistensi dalam pribadi Sabda yang satu (Santo Yohanes dari Damaskus).
Kematian Kristus adalah kematian yang sesungguhnya, yang mengakhiri keberadaan manusiawi-Nya di dunia. Tetapi karena tubuh- Nya tetap bersatu dengan Pribadi Putra Allah, Ia tidak menjadi jenazah yang biasa, untuk menunjukan kekuatan ilahi, menghendaki, agar tubuh ini tidak binasa (Santo Thomas Aquinas). Kebangkitan tubuh- Nya pada hari ketiga adalah bukti untuk itu, karena orang beranggapan bahwa kehancuran jenazah pada hari keempat.
Dalam iman Gereja, Sakramen Pembaptisan sebagai lambang atau tanda turunya orang yang dibaptis ke dalam makam untuk mati bersama Kristus supaya sampai kepada kehidupan baru: “kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Kristus oleh baptisan dalam kematian, supaya sama seperti Kristus yang dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru (Roma 6:4).
Bersambung ... P. Tinus Sirken, O.S.C..