Seri 38
YESUS DIHUKUM
Sejak permulaan Yesus memenuhi hukum yang diberikan di gunung Sinai dalam terang Perjanjian Baru. Yesus bersabda “Aku datang bukan untuk meniadakan hukum, atau nubuat para nabi melainkan menggenapinya” (Matius 5:17). Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat, sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian pada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam kerajaan surga (Matius 5:17-19).
Sebagai Mesias Israel, Yesus melaksanakan hukum sepenuhnya, termasuk perintah yang terkecil sekalipun (Matius 5:17-19). Seperti orang Yahudi sendiri mengakui, bahwa mereka tidak pernah mampu memenuhi hukum sepenuhnya, tanpa melanggar perintah-perintah yang terkecil sekalipun. Pada perayaan perdamaian tahunan, memohon ampun kepada Allah, karena pelanggarannya kepada hukum.
Orang Farisi memegang teguh hukum, tetapi sayangnya mereka jatuh ke dalam kemunafikan. Hanya Yesus, sebagai karya pemberi hukum ilahi, takluk kepada hukum, dengan sempurna melaksanakan hukum (Galatia 4:4). Ia melaksanakan hukum dalam hati-Nya dengan menebus kita dari kutuk hukum, dengan jalan menjadi kutuk karena kita (Galatia 3:13), agar dapat menebus manusia dari pelanggaran-pelanggaran yang telah dilakukan selama perjanjian yang pertama (Ibrani 9:15).
Yesus memperlihatkan respek mendalam terhadap kenisah, pergi ke kenisah setiap tahun selama kehidupan-Nya (Lukas 2:41). Pada saat berumur 12 tahun, Yesus tinggal dalam kenisah untuk mengingatkan orang tuanya bahwa Ia harus melaksanakan pekerjaan Bapa-Nya (Lukas 2:46-49). Dalam injil Yohanes, Ia membentuk pelayanan publik-Nya seturut perjalanan-Nya ke Yerusalem. Bagi Yesus, kenisah adalah tempat kediaman Bapa-Nya, suatu rumah doa dan Ia sangat marah bahwa halaman depannya dijadikan pasar (Matius 21:18). Setelah kebangkitan-Nya para Rasul mempertahankan sikap yang penuh hormat terhadap kenisah (Kisah Rasul 2:46).
Yesus meramalkan penghancuran kenisah. Padanya tidak akan satu batu tinggal terletak di atas batu yang lain (Matius 24:1-2). Ramalan-Nya itu diubah (distorted) dengan penderitaan diri-Nya (Markus 14:57-58) dan dipakai sebagai penghinaan pada salib (Matius 27:39-40).
Yesus ingin membayar pajak kenisah untuk diri-Nya dan Petrus. Ia mengidentikkan diri-Nya dengan kenisah, waktu Ia menyatakan diri sendiri sebagai tempat tinggal Allah yang definitif di antara manusia. Kematian-Nya lambang penghancuran kenisah dan membuka suatu zaman baru pada saat manusia “akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di Yerusalem (Yohanes 4:21).
Bagi orang Farisi, Yesus makan bersama para pemungut cukai dan para pendosa sebagai skandal (Lukas 5:30). Namun, bagi Yesus “Ia datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa supaya mereka bertobat” (Lukas 5:32). Ia mengatakan bahwa semua orang berada dalam dosa dan siapa yang menggap diri tidak membutuhkan pengampunan, ia sudah buta (Yohanes 8:33-36).
Bagi orang Farisi, Yesus melakukan skandal dengan mengatakan bahwa Allah Bapa adalah belas kasih dan Ia menyamakan sikap-Nya yang penuh belas kasih terhadap kaum pendosa dengan sikap Allah terhadap mereka (Matius 9:13). Yesus menimbulkan masalah bagi pemimpin agama Israel, karena Ia mengampuni dosa. Ketika penuh rasa heran mereka bertanya, siapa yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah sendiri? (Markus 2:7). Dengan mengampuni dosa, apakah Yesus menghojat Allah (membuat dirinya sama dengan Allah) atau ia mengatakan kebenaran.
Bersambung ... P. Tinus Sirken, O.S.C..