Umat Paroki St. Monika memiliki latar belakang yang sangat beragam dari sisi ekonomi, pendidikan, dan etnis. Secara umum warga Paroki St. Monika (termasuk Stasi St. Odila dan St. Helena) adalah para pendatang.
Bisa dikatakan tidak ada umat katolik yang warga asli daerah itu. Warga paroki ini pindah ke kawasan ini karena dua alasan umum, yakni karena pilihan untuk tinggal dan karena alasan pekerjaan atau usaha. Banyak di antara umat yang tinggal di dalam wilayah paroki ini tetapi bekerja di Jakarta, atau bahkan juga Bekasi, Serang atau Cilegon. Mereka yang masuk dalam kategori ini umumnya adalah para pekerja kantor, dengan latar belakang pendidikan minimal SMA. Mereka pindah ke kawasan ini dari Jakarta atau daerah lain sekitar Jakarta.
Kelompok yang kedua adalah mereka yang pindah ke wilayah paroki ini untuk mendekati tempat bekerja, yakni industri-industri yang bertebaran di sana. Sebagian cukup besar mereka bekerja sebagai pekerja industri, baik untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersifat teknis maupun administratif. Para pendatang dalam kategori ini umumnya berasal dari luar Keuskupan Agung Jakarta, seperti dari Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Lampung, NTT dan sejumlah daerah lainnya. Mereka rata-rata berpendidikan menengah.
Di samping itu masih ada kelompok lain yang lebih kecil, yakni mereka yang pindah ke kawasan ini untuk alasan membuka usaha. Kelompok ini kebanyakan berasal dari Jakarta dan sekitarnya.
Peribadatan
Kegiatan peribadatan di Paroki St. Monika secara umum sangat hidup. Di tingkat paroki kegiatan yang paling umum diselenggarakan tentu saja Perayaan Ekaristi mingguan maupun harian. Tetapi di luar itu juga diselenggarakan berbagai kegiatan peribadatan dalam kelompok-kelompok tertentu, misalnya Legio Mariae, PDKK yang sudah lebih dulu berkembang pesat dan devosi kepada Hati Kudus Yesus yang muncul belakangan. Di tingkat lingkungan dan wilayah, Perayaan Ekaristi seolah menjadi “kegiatan favorit” di samping kegiatan rutin seperti Doa Rosario setiap Mei dan Oktober dan pembahasan tema-tema Prapaskah, Adven atau Bulan Kitab Suci. Sebagai petunjuk besarnya minat terhadap Perayaan Ekaristi dan kegiatan peribadatan lainnya, setiap lingkungan di paroki ini pasti memiliki Seksi Liturgi, tetapi belum tentu mereka memiliki seksi yang lain seperti Seksi Sosial misalnya. Perayaan Ekaristi di lingkungan umumnya dikaitkan dengan pemberkatan rumah, misa requiem atau kegiatan lain yang terkait dengan lingkungan seperti pergantian pengurus atau rekoleksi.
Pemberkatan rumah menempati porsi paling banyak mengingat pesatnya perkembangan real estat di wilayah Paroki St. Monika. Kalau pada tahun 1995 umat di Paroki Serpong terdiri dari 1035 KK dan pada tahun 2006 telah menjadi sekitar 7.900 KK, maka setiap hari muncul dua keluarga baru di wilayah itu, dan sebagian besar di antaranya adalah mereka yang menempati rumah-rumah baru di daerah itu. Dengan kata lain, setiap hari rata-rata dua keluarga yang minta rumahnya diberkati. Karena itu pemberkatan rumah merupakan acara yang hampir rutin di hampir setiap lingkungan. Bahkan karena banyaknya permintaan pemberkatan rumah, kegiatan ini umumnya diselenggarakan dalam satu paket pemberkatan banyak rumah sekaligus. Biasanya misa pemberkatan diselenggarakan di salah satu rumah yang diberkati, kemudian pastor mendatangi rumah-rumah yang diberkati pada hari itu. Sungguhpun “model paket” sudah diterapkan, kebutuhan akan imam untuk perayaan sakramen memang masih sangat timpang, sehingga seringkali lingkungan-lingkungan tertentu atas inisiatif sendiri, dengan ijin dari paroki, mencari imam dari luar paroki untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Misa lingkungan, baik dalam rangka pemberkatan rumah maupun aneka intensi yang lain, secara de facto telah menjadi tempat pertemuan yang intens antarumat maupun antara umat dengan gembalanya. Kalau pada Perayaan Ekaristi di gereja suasana cenderung formal, Misa Lingkungan juga menjadi tempat dimana semua bisa saling menyapa sebagai saudara seiman dan sesama anggota Gereja, bukan hanya bersekutu dalam doa.
Di samping itu Misa Lingkungan juga menjadi tempat saling sapa antara umat dan gembalanya. Dalam Ekaristi di gereja, komunikasi yang akrab antara umat dan gembala relatif sulit terjadi, kecuali komunikasi dalam Perayaan Ekaristi itu sendiri. Usai Perayaan Ekaristi umat cenderung sesegera mungkin meninggalkan gereja. Tetapi dalam Misa Lingkungan, pastor dan umat berkesempatan untuk saling menyapa, baik sebelum maupun setelah misa, bahkan juga dalam homili yang biasanya juga lebih bersifat kekeluargaan. Pertemuan semacam ini bisa menjadi pengobat rindu di tengah minimnya kunjungan keluarga oleh para gembala.
Dewan paroki berpendapat bahwa kunjungan keluarga oleh para gembala merupakan pekerjaan rumah yang harus segera dicarikan pemecahannya. Salah satu penyebab rendahnya kunjungan keluarga ini adalah kesibukan pastor kepala paroki yang kebetulan juga menjadi anggota Dewan Provinsi di tarekatnya. Padahal pada saat yang sama disadari bahwa kunjungan keluarga sangat diperlukan dalam upaya untuk memberi peneguhan pada umat, yakni keluarga-keluarga, yang menghadapi berbagai macam persoalan hidup.
Kunjungan keluarga oleh para gembala dirasakan sangat penting karena sejumlah alasan. Pertama, keadaan keluarga-keluarga di Paroki St. Monika secara umum mirip dengan keluarga-keluarga Katolik lain di Keuskupan Agung Jakarta. Persoalan hidup keluarga di paroki ini ditengarai sebagai gunung es layaknya: sedikit yang terlihat dan diperlihatkan, dan tak terduga besarnya yang tidak terlihat maupun yang tidak diperlihatkan. Kedua, kunjungan gembala semakin dibutuhkan mengingat masih terlalu minimnya pendamping-pendamping awam untuk keluarga. Ketiga, mereka yang menghadapi persoalan keluarga pada umumnya belum cukup mudah untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi dengan sesama kaum awam. Mereka merasa lebih mantap untuk berbicara dengan seorang imam, biarawan atau biarawati.
Kondisi Keuangan
Dari sisi keuangan, Paroki St. Monika tidak menghadapi persoalan yang berarti. Paroki ini termasuk dalam sepuluh besar dalam hal jumlah kolekte mingguan, sehingga berbagai kegiatan paroki bisa terselenggara dengan baik. Alokasi keuangan Paroki St. Monika terarah pada dua hal, yakni untuk pembiayaan infrastruktur peribadatan dan untuk kegiatan pastoral. Pembiayaan infrastruktur menjadi perhatian serius dalam pengelolaan keuangan menimbang prediksi bahwa wilayah Paroki St. Monika masih akan berkembang sangat pesat, seiring dengan proyeksi para pengembang perumahan untuk terus melakukan perluasan. Hal ini terjadi karena di kawasan ini ada berpuluh-puluh pengembang perumahan, dari skala rumah sederhana dengan luas beberapa ribu meter persegi sampai dengan pengembang besar dengan luas ribuan hektar. Sejak paroki ini berdiri tahun 1995 saja sudah didirikan dua gereja baru, yakni Gereja St. Odilia dan Gereja St. Helena, dan saat ini pembangunan Gereja St. Laurensius sedang dilangsungkan. Untuk dua gereja yang pertama, Paroki St. Monika memberikan dukungan keuangan total sebesar Rp 930 juta, belum termasuk sumbangan langsung oleh umat. Seiring dengan perkembangan kawasan, diperkirakan kebutuhan akan tempat ibadat akan terus meningkat, sehingga kebutuhan dana untuk kebutuhan tersebut juga belum akan berkurang dalam waktu dekat.
Alokasi dana berikutnya adalah untuk kegiatan pastoral, baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat proyek.
Organisme Paroki
Paroki St. Monika termasuk paroki yang secara organisasi sangat hidup. Di samping wilayah dan lingkungan, paroki ini juga memiliki banyak seksi dan subseksi, yang dalam berbagai kegiatannya selalu berhasil melibatkan banyak umat. Secara umum seksi-seksi yang ada di Paroki St. Monika berjalan dengan baik, terutama seksi-seksi yang terkait dengan liturgi, kerasulan kitab suci, katekese dan seksi sosial. Ketiga bidang ini berkembang dengan sangat pesat dalam arti berhasil melibatkan banyak umat. Untuk bidang liturgi bisa dikatakan paroki ini sangat hidup. Hampir semua jenis kegiatan liturgi selalu berlangsung meriah dan kreatif tanpa melanggar prinsip-prinsip dasar liturgi yang digariskan oleh Gereja.
Bidang pewartaan juga berkembang dengan sangat pesat baik di lingkungan-lingkungan terutama di pusat paroki. Selama beberapa tahun terakhir Seksi Pewartaan mendorong agar setiap lingkungan memiliki fasilitator untuk kegiatan pendalaman kitab suci, dan dampaknya cukup terasa. Sebagian besar lingkungan bisa menjalankan kegiatan pendalaman iman dan pendalaman kitab suci, khususnya selama masa Prapaskah, Bulan Kitab Suci dan Adven, tanpa harus mengundang fasilitator dari pusat paroki.
Di tingkat paroki sendiri dalam beberapa tahun terakhir diselenggarakan Kursus Evengelisasi Pribadi dan Emaus Journey, keduanya sudah menyelesaikan beberapa angkatan, dan selalu diikuti masing-masing oleh lebih dari 50 orang setiap angkatannya. Kedua kegiatan ini berusaha untuk mempromosikan peran Kitab Suci dalam hidup sehari-hari, yang pertama dengan penekanan pada aspek misionernya, sedangkan yang kedua lebih menekankan aspek pemahaman dan penghayatan pribadi atas Kitab Suci.
Katekese berkembang cukup pesat dengan Bina Iman anak, Bina Iman Remaja serta pendidikan anak-anak Katholik yang bersekolah di sekolah non Katholik maupun pembelajaran agama untuk orang dewasa. Jika kelompok Bina Iman anak pada awalnya hanya berpusat di Paroki, maka saat ini telah terdapat 50 kelompok bina iman anak yang melibatkan tidak kurang dari 2,200 anak-anak serta 200 guru bina iman yang juga sebagai relawan dari para orang tua.
Berbicara mengenai organisme paroki, perlu diingat kehadiran sejumlah lembaga hidup bakti di paroki ini. Satu hal yang pasti, dalam reksa parokial hadir para imam Ordo Salib Suci (OSC), dan baru-baru ini juga seorang imam SSCC. Di samping itu hadir pula para Suster Ursulin, para Suster Carolus Boromeus (CB), para Suster Hati Kudus (HK), para Suster Fransiskus Dina (SFD) dan para Pastor dan Bruder Salesian Don Bosco (SDB). Kongregasi Suster Ursulin hadir di Serpong, sebagian di Sekolah St. Ursula, dan sebagian membantu tugas pastoral di paroki, terutama di bidang layanan kategorial dan katekese. Para Suster CB hadir mengelola Sekolah Tarakanita, sedangkan para Suster SFD mengelola sekolah dan poliklinik di Tigaraksa. Sementara itu Suster Hati Kudus lebih memusatkan perhatian kepada pelayanan kaum buruh di daerah Cikupa, Balaraja dan sekitarnya. Sedangkan para Imam dan Bruder SDB hadir di Tigaraksa mengelola satu Balai Latihan Kerja dan menyelenggarakan pendidikan bagi para calon anggotanya (postulat). Tetapi mereka juga aktif membantu reksa pastoral di Stasi St. Odilia.
Hubungan Antaragama
Hubungan antarumat beragama di Paroki Serpong berikut Stasi Helena dan Stasi Odilia dapat dikatakan cukup mulus, terutama dalam hubungan dengan umat muslim, khususnya di akar rumput. Hampir tidak ada persoalan yang mendasar di tingkat akar rumput. Banyak sekali Umat Katolik yang cukup aktif di kepengurusan RT atau RW, lembaga swadaya masyarakat (LSM) akar rumput, partai politik atau organisasi kemasyarakatan lintas agama. Justru melalui kegiatan seperti itu hubungan sosial bisa terjalin dengan baik. Umat yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan seperti itu umumnya merasa bisa diterima dengan baik oleh masyarakat tempat mereka aktif berkecimpung.
Sejumlah ilustrasi bisa dikemukakan di sini. Proses pembangunan gereja di St. Odilia Citra Raya dan St. Helena Permata Kasih dengan jelas memperlihatkan adanya penerimaan dari masyarakat nonkatolik. Bahkan umat muslim di sekitar Gereja St. Odilia aktif menjaga keamanan mulai dari proses pembangunan gereja sampai dengan peresmian gereja tersebut. Yang lebih menarik lagi, Umat Katolik dan Umat Muslim beberapa kali menyelenggarakan kegiatan sosial bersama. Beberapa kali Paroki Monika mengadakan bakti sosial bersama, pengobatan massal dan khitanan massal. Bahkan ketika terjadi bencana alam yaitu tsunami di Aceh dan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah, umat Paroki St. Monika dan kaum muslim melakukan kerjasama untuk menggalang dan mengirimkan bantuan. Dalam proses pengiriman bantuan, tim yang mengawal bantuan juga berasal dari komunitas Katolik maupun Muslim. Bantuan pun dikirimkan ke alamat-alamat baik yang bercirikan Katolik maupun Islam.
Ilustrasi lain yang memperlihatkan tingginya kepercayaan kaum Muslim di sekitar Serpong adalah ketika ada sekelompok masyarakat yang menentang pendirian satu institusi yang menyebut diri Katolik. Sebelum “turun ke lapangan”, sejumlah tokoh Muslim terlebih dulu mendatangi para tokoh umat untuk bertanya, apakah institusi yang dimaksud benar-benar milik Gereja Katolik. Dan yang lebih menarik lagi, mereka mengatakan selama teks “Katolik” masih tertera di depan bangunan institusi tersebut, mereka tidak akan melakukan tindakan apapun karena mereka tidak ingin muncul kesan telah terjadi konflik antaragama.
Dalam hal hubungan antaragama, pekerjaan rumah justru menyangkut hubungan antara Gereja Katolik dengan gereja-gereja lain di kawasan ini. Salah satu kesulitan yang muncul adalah karena begitu banyaknya gereja yang ada di kawasan ini.
Perhatian pada Kaum Miskin
Salah satu kegiatan paroki yang selama ini cukup berjalan dengan baik adalah aksi sosial yang terutama ditujukan untuk kaum miskin, baik di dalam komunitas paroki sendiri maupun masyarakat di luar paroki. Kegiatan sosial untuk kaum miskin dikelompokkan dalam tiga bidang, yakni pendidikan, bidang ekonomi dan bidang kesehatan. Selama ini prioritas utama memang diberikan kepada bidang pendidikan, mengingat kebutuhan di bidang ini memang sangat mendesak. Tetapi pelayanan di bidang kesehatan dan ekonomi juga tetap dilaksanakan.
Dalam pelayanan kepada kaum miskin ini, paroki berprinsip tidak hendak mengambilalih persoalan dan kesulitan umat dan masyarakat. Yang dilakukan oleh gereja adalah membantu, bukan mengambilalih tanggung jawab. Itu sebabnya bantuan yang diberikan adalah bantuan dasar seperti uang sumbangan pendidikan (SPP), biaya rawat jalan untuk kesehatan, dan biaya untuk memulai usaha. Biaya pendidikan pun hanya diberikan untuk para siswa SD, tetapi dimungkinkan untuk diteruskan ke jenjang SMP dan SMA. Hingga saat ini tak kurang dari 120 orang menerima biaya pendidikan dari umat Paroki St. Monika. Khusus untuk bidang pendidikan, selama ini sumbangan diberikan kepada Umat Katolik dalam ling-kungan Paroki St. Monika sendiri.
Sejak beberapa tahun terakhir, paroki mulai mengubah kebijakan dalam hal penyaluran bantuan sosial. Kalau dulu bantuan sosial dipusatkan sebagai kegiatan paroki, kini diharapkan kegiatan ini menjadi kegiatan lingkungan. Dengan demikian setiap lingkungan diharapkan memiliki seksi sosial sendiri yang aktif melakukan kegiatan sosial baik untuk anggota lingkungan maupun masyarakat pada umumnya.
Prakarsa ini terbukti membuahkan hasil. Sejumlah lingkungan mulai memiliki seksi sosial sendiri dan aktif melakukan kegiatan sosial yang dirasa perlu, sehingga “lemparan” ke Seksi Sosial Paroki juga jauh berkurang. Sungguhpun demikian Seksi Sosial Paroki tetap terbuka untuk memberikan bantuan baik teknis maupun pendanaan khususnya untuk lingkungan yang memang membutuhkan. Dalam konteks itu ada beberapa lingkungan di daerah Giri Loka dan Taman Giri Loka BSD yang bekerjasama dengan warga masyarakat yang lain membangun Klinik Duafa di daerah Lengkong Karya. Berbeda dengan klinik sosial di paroki yang menggratiskan biaya pengobatan, klinik ini mengenakan biaya Rp 1.000 (seribu rupiah) untuk pelayanan medis berikut obat untuk setiap pasien. Sebagian terbesar pasien di kedua klinik ini adalah masyarakat nonkatolik.
Yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam bidang pelayanan sosial adalah gerakan orang tua asuh. Kegiatan ini memang sudah berjalan, tetapi pola pemberian sumbangan dirasakan belum maksimal. Selama ini ada tiga pola pemberian sumbangan yakni: pemberian sekali tanpa diketahui siapa yang memberi dan untuk siapa sumbangan diberikan, sumbangan rutin dari donator yang diketahui namanya untuk sasaran yang diketahui namanya, dan sumbangan rutin dari penyumbang yang tidak diketahui nama maupun sasarannya. Sejauh ini sumbangan terbesar berasal dari kategori pertama. Diharapkan di masa mendatang sumbangan rutin akan cukup besar mengingat kebutuhan biaya pendidikan umumnya juga bersifat rutin.
Aktivitas Umat
Paroki St. Monika adalah salah satu paroki yang berkembang sangat pesat ditinjau dari sisi jumlah umatnya. Jumlah umat berkembang dengan sangat cepat baik karena proses perpindahan penduduk maupun karena permandian, baik permandian bayi maupun permandian dewasa. Penambahan jumlah warga karena perpindahan penduduk disebabkan oleh pesatnya perkembangan perumahan baru di dalam wilayah paroki ini. Selama tahun 2005 saja tercatat 692 jiwa pindah ke dalam wilayah Paroki St. Monika, tidak termasuk di Stasi Odilia dan Stasi Helena. Dari jumlah itu, 443 berasal dari Keuskupan Agung Jakarta, dan sisanya (149 jiwa) berasal dari luar KAJ.
Pertumbuhan umat melalui permandian juga berjalan sangat pesat, terutama permandian bayi, karena sebagian terbesar warga paroki ini adalah pasangan yang masih relatif muda usia. Sejak 9 Agustus 1995 (buku baptis pertama) sampai 1 Oktober 2006 telah dipermandikan 5.121 orang di Paroki Monika, 1.180 orang di Stasi St. Helena (sejak 8 Juni 1994) dan 1.039 orang di Stasi St. Odilia (Sejak 18 Juli 1996) sehingga total permandian di ketiga daerah itu sejak buku baptis pertama 7.340 jiwa.
Sebagian terbesar dari permandian tersebut adalah permandian bayi. Akan tetapi permandian dewasa juga cukup tinggi. Sepanjang tahun 2005 lalu di Paroki St. Monika saja tercatat 151 permandian dewasa.
Di luar perkembangan dari sisi kuantitatif, perkembangan dari sisi kualitas juga dirasakan cukup menarik. Dewan paroki pernah mengadakan satu rangkaian survei dan menyimpulkan bahwa 65% umat mengikuti perayaan ekaristi sekali seminggu pada hari Sabtu atau Minggu. Sementara itu yang cukup kasat mata adalah tingginya devosi kepada Bunda Maria dan mulai tumbuhnya devosi kepada Sakramen Mahakudus. Devosi kepada Bunda Maria sangat jelas terlihat melalui berbagai aktivitas mulai dari Legio Mariae, maraknya Bulan Maria dan Bulan Rosario baik di paroki maupun di lingkungan-lingkungan.
Perkembangan ke Depan
Tak bisa dipungkiri Paroki St. Monika adalah paroki yang berkembang dengan sangat pesat ditinjau dari sisi jumlah umat. Di samping itu secara teritorial paroki ini mencakup satu wilayah yang sangat luas, sehingga pengembangan paroki dirasakan sangat mendesak. Hingga 30 September 2006 Paroki St. Monika membawahkan dua stasi, yakni Stasi St. Odilia dan Stasi St. Helena, keduanya sudah memiliki gedung gerejanya masing-masing. Perkembangan yang menggembirakan adalah pada 1 Oktober 2006, Stasi St. Helena berubah status menjadi Paroki St. Helena-Permata Kasih. Dari keuskupan juga sudah diperoleh kabar bahwa Stasi St. Odilia akan segera berubah status menjadi paroki. Sementara itu saat ini Paroki St. Monika tengah membangun satu gereja baru di perumahan Alam Sutera. Diharapkan tahun 2007 gereja yang dinamai Gereja St. Laurensius ini sudah bisa diselesaikan, dan sangat mungkin gereja ini akan menjadi pusat paroki baru di masa mendatang.
Namun tampaknya pertumbuhan itu belum akan selesai dalam waktu dekat, mengingat perumahan-perumahan dalam kawasan paroki ini terus mengembangkan diri, sehingga bisa diduga jumlah umat akan terus berkembang pula. Menurut perkiraan sementara, wilayah Perumahan Gading Serpong, berjarak sekitar tujuh kilometer dari pusat paroki, akan memerlukan satu tempat ibadat tersendiri mengingat jumlah umat di sana sudah sangat banyak. Demikian halnya di perumahan Villa Melati Mas yang berjarak sekitar tiga kilometer dari pusat paroki. Sementara itu mengingat bahwa BSD-City berniat untuk mengembangkan tahap berikut bisnis propertinya, diperkirakan akan diperlukan pusat ibadat lain di dalam perumahan BSD sendiri. Kebutuhan itu terasa semakin mendesak mengingat bahwa semakin banyak kegiatan gerejani yang sulit tertampung di gereja yang ada saat ini.
(Her Suharyanto, Rosa Amanda Salim, Arnette Harjanto)
SUMBER:
Wawancara dengan para narasumber
Buku: Kilas Balik Perjalanan Hidup Paroki St. Monika Serpong
Buku Peresmian Paroki & Pemberkatan Gereja, Paroki St. Monika Serpong