GEMBALA YANG JAHAT
Hari Minggu Biasa XVI
Bacaan 1 : Yer. 23:1-6; Bacaan 2. Ef. 2:13-18; Bacaan Injil : Mrk. 6:30-34.
Dalam bacaan pertama kita menemui kisah tentang murka Allah kepada gembala yang jahat pada jaman nabi Yeremia: “Celakalah para gembala yang membiarkan kambing domba gembalaan-Ku hilang dan terserak!”. Gembala-gembala itu disebut jahat karena membiarkan kambing dombanya (orang Israel) tercerai berai dan tidak menjaganya. Pada jaman ini, kira-kira siapakah yang bisa kita sebut sebagai gembala yang jahat?
Bila kita mengikuti bacaan selama dua minggu terakhir kita akan menemukan suatu penekanan besar akan tugas perutusan kita. Karena kita sebenarnya adalah domba, sekaligus juga gembala, dimana domba adalah tubuh kita beserta keinginan-keinginannya entah itu baik atau buruk, sedangkan gembala adalah yang memimpin dan mengatur domba-dombanya, yaitu pikiran serta kesadaran kita. Dan disinilah letak tantangannya, karena hidup jaman sekarang ditandai dengan makin meningkatnya kecemasan dan kekuatiran yang disebabkan naiknya tuntutan dan beban hidup. Bahkan makin banyak orang hidup dari hari kehari dengan waktu yang lewat begitu cepatnya tanpa makna, banyak juga orang yang sudah tidak menjadi tuan atas dirinya sendiri, dikuasai pekerjaan, target, kekuatiran, kecanduan serta kebiasaan. Dengan meningkatnya teknologi, makin banyak yang bisa kita capai, tetapi ternyata makin kurang berartilah pencapaian kita. Bila seperti itulah keadaan kita, gembala yang akan membawa dan mengarahkan kemanakah hidup kita? Sekedar mengisi pundi-pundi harta dan berbagai kepuasan sebelum kita ternyata sudah menjadi tua… lalu berlalu begitu saja? Apakah seluruh hidup kita hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup saja? Marilah kita mendengarkan perkataan Yesus dalam Injil hari ini: “Marilah ke tempat yang sunyi, supaya kita sendirian, dan beristirahatlah seketika!”. Karena kita perlu merenungkan makna dan tujuan hidup kita sebelum semuanya terlambat. Dan memahami apa yang dikatakan Paulus tentang Kristus dalam bacaan kedua: “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan” yaitu segala perseteruan didalam hati terdalam kita.