
Bacaan I Kel. 17:8-13; Bacaan II: 2Tim. 3:14-4:2; Bacaan Injil: Luk. 18:1-8.
Pentingkah Sesama?
Dari pelajaran minggu-minggu sebelum ini, kita sudah belajar iman sebesar biji sesawi yang menurut Yesus dapat ditumbuhkan melalui kerendahan hati, dan bersyukur.
Minggu ini Yesus memberikan perumpamaan tentang seorang hakim dan seorang janda yang tidak jemu-jemunya meminta sang hakim untuk membela perkaranya. Dalam perumpamaan ini memang kita kagum akan kegigihan si janda itu, tetapi berapa persenkah kemungkinan kita menjadi si hakim dalam cerita itu yang tidak mempedulikan masalah orang lain disekitarnya? Kiranya kepedulian kita akan masalah orang-orang di sekitar kita juga menjadi penentu akan pertumbuhan iman kita, dan tidak lupa dengan doa yang tidak jemu-jemu juga.
Dalam bacaan pertama kita menemui kisah orang Israel yang sedang berperang dengan Amalek. Saat Musa mengangkat tongkatnya, dan lebih kuatlah pasukan Israel, tetapi bila Musa menurunkan tangannya maka lebih kuatlah pasukan Amalek. Saat itu Musa kira-kira berumur seratus tahun (Ulangan 34:7), ia sudah tidak kuat lagi, hatinya sedih melihat pasukan bangsanya dikalahkan. Untunglah Harun dan Hur membantunya menopang kedua belah tangannya sampai pasukan Israel menang. Dalam menumbuhkan iman, kita tidak bisa sendirian, kita butuh dukungan orang-orang lain disekitar kita, tanpa dukungan orang-orang lain iman kita tanpa sadar perlahan-lahan akan memudar, bahkan sekedar membaca renungan-renungan yang dikirimkan dalam berbagai media sosial hanyalah seperti sepercik api yang akan menghilang dalam sekejap saja. Dalam bacaan kedua Paulus dengan tegas menulis: “Beritakanlah firman… tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran.” Apakah kita bisa memberitakan firman, menegur dan menasihati tanpa bertemu orang lain?
Tentunya kita perlu bertemu dan berinteraksi dengan sesama kita, dan dalam bertemu dengan sesama, selain kita menumbuhkan iman, pastinya Tuhan juga menyampaikan sabda-Nya melalui sesama kita, dan pada akhirnya melalui pertemuan itu kita akan mendapatkan sukacita, selama sikap kita dalam pertemuan diisi dengan kerendahan hati, kesabaran serta kasih, bukan dengan sebaliknya untuk mementingkan ego, menunjukan kelebihan, ataupun bergosip ria mencari-cari kelemahan orang lain. –aj.




