Seri 13
IMAN DAN PENGETAHUAN
Iman adalah tindakan manusia secara otentik, tidak melanggar martabat manusia. Dalam kehidupan manusia kita percaya perkataan orang lain, misalnya, pada saat pasangan suami istri saling menjanjikan kesetiaan dalam Sakramen Perkawinan. St. Thomas Aquinas menegaskan, bahwa dengan iman keinginan manusia (dibantu oleh Allah) memerintah pikirannya untuk menyetujui kebenaran ilahi.
Iman dan akal budi. Iman bukanlah hasil dari kebenaran-kebenaran yang tampak secara alami dimengerti tapi dari kuasa Allah yang tidak dapat dibohongi. Dengan pasti Allah menyediahkan bukti-bukti eksternal untuk membantu kekuatan alami kita, contohnya, mujizat Kristus dan pertumbuhan Gereja. Hal-hal yang dapat dipercaya ini memperlihatkan bahwa iman bukanlah “dorongan buta.” Bentuk-bentuk eksternal ini membantu dorongan Roh Kudus.
Kesaksian St. Thomas Aquinas bahwa, meskipun menampakan kebenaran-kebenaran yang dapat kabur, iman lebih pasti daripada pengetahuan manusia sebab didasarkan atas Sabda Allah. Kepastian terang ilahi lebih besar daripada terang argumen-argumen alami.
Iman mencari pengertian, maka orang harus lebih menembus pengetahuan pewahyuan Allah. Rasul Paulus menginginkan agar mata hati kita diterangi (Efesus 1:18). Orang percaya mesti melihat kepenuhan rencana Allah dan kesatuan kebenaran-kebenaran yang ditampakkan oleh Kristus. St. Agustinus menegaskan bahwa, saya percaya supaya mengerti dan saya mengerti lebih baik supaya percaya.
Iman dan Pengetahuan. Kebenaran-kebenaran iman dan pengetahuan tidaklah dipertentangkan satu sama lain sebab Allah adalah sumber seluruh kebenaran. Penelitian yang benar dilakukan dalam ilmu pengetahuan yang tidak pernah dilawankan dengan hukum moral. Manusia tekun menyelidiki
penciptaan yang sungguh dipimpin oleh Allah.
Allah ingin manusia menjawab dengan pilihan bebas, tak ada yang dipaksa untuk percaya. Kristus memberi kesaksian tentang kebenaran tetapi tidak memaksakan orang masuk ke dalam kerajaan-Nya.
Percaya kepada Yesus dan kepada Dia yang mengutus Yesus sungguh-sungguh membutuhkan pencapaian hidup kekal. Seorang harus bertekun dalam iman sampai akhir hidup. Tanpa iman tidaklah mungkin menyenangkan Allah (Ibrani 11:6).
Agar tidak kehilangan iman orang percaya mesti dipelihara dengan Sabda Allah. Rasul Paulus menulis “orang-orang tertentu telah karam imannya (1 Timotius 1: 18-19). Ketekunan terakhir mengisyaratkan iman bekerja melalui amal kasih (Galatia 5:6). Kata St. Basilius, bila kita sudah memiliki kepastian iman, maka dapat memandang Allah muka dengan muka.
Bersambung ... P. Tinus Sirken, O.S.C..




